Translate This Site

Selasa, 02 Juli 2013

“Ojung”, Olahraga Tradisional Warisan Kebudayaan Nenek Moyang


     Bulan Rebbe merupakan bulan ke-8 menurut perhitungan suku madura, pada bulan ini masyarakat Bondowoso khususnya di daerah Tapen, Klabang dan Prajekan mempunyai acara rutin yang dinamakan Gadhisa. Gedhisa yang merupakan bentuk acara slametan desa dilaksanakan dengan tujuan menjaga desa agar tetap selamat dan aman dari hal-hal yang tidak diinginkan. Hal ini merupakan acara tahunan yang harus dilaksanakan oleh warga desa. Warga desa biasanya mengadakan acara tersebut pada malam jum’at pon. Pada acara tersebut warga desa wajib membuat makanan khas yang terbuat dari beras ketan, namanya ialah tapay palotan. 

Ojhung di Desa Mangli Wetan, Bondowoso
(foto: Oki)
      Sehari setelah acara slametan, terdapat suatu ritual adat yang sangat ditunggu-tunggu oleh warga desa. Ritual tersebut ialah Ojung. Suatu ritual adat warisan nenek moyang yang tetap dipertahankan sampai saat ini, bahkan antusiasme terhadap ritual tersebut tidak hanya datang dari warga lokal, tetapi warga lain datang berbondong-bondong untuk mengikuti atau hanya untuk menontonnya saja. Ritual ini dilakukan oleh nenek moyang untuk meminta hujan pada Yang Maha Kuasa. Karena pada saat memasuki bulan Rebbe, musim kemarau biasanya melanda daerah ini. Oleh karena itu, ritual Ojung digunakan sebagai do’a bersama untuk menurunkan hujan.

     Ritual ini hanya dilakukan oleh laki-laki dewasa yang memiliki keberanian dan mental yang kuat karena bentuk ritualnya sagatlah extreme dan menakutkan. Ritual ini juga bisa disebut sebagai ajang lomba olahraga tradisional yang hanya terdapat di daerah Tapen dan sekitarnya. Dua orang laki-laki berlomba saling mencambuk satu sama lain dengan menggunakan sebilah rotan. Dua orang tersebut berlomba untuk saling melumpuhkan lawan dengan memberikan luka cambuk sebanyak-banyaknya pada lawan mereka.
     Aturan pertandingannya sangatlah sederhana. Setiap pertandingan hanya terdiri dari 2 orang peserta saja. Kemudian terdapat seorang wasit, dua orang pemberi tanda luka, dan dua orang lagi sebagai pendamping masing-masing peserta pertandingan. Yang diperlukan untuk pertandingan hanyalah sebidang tanah lapang berukuran persegi, 2 buah kayu rotan, 2 buah kopiah, 2 buah odheng (ikat kepala orang madura), dan penanda luka (spidol).
     Setiap pertandingan terdapat 3 ronde. Dalam tiap ronde, setiap peserta berhak memukul lawan hanya dengan satu kali cambukan, dan berhak menghindar dengan cara melangkah ke belakang apabila akan mendapat serangan. Setiap peserta diwajibkan membuka baju dan wajib mengenakan kopiah serta odheng yang diikatkan bukan dikepala, melainkan dipinggang. Pada saat mencambuk, peserta hanya boleh mencambuk lawannya pada bagian leher, dada, perut, lengan atas dan punggung. Setiap luka yang dihasilkan dari cambukannya berarti poin kemenangan baginya. Semakin banyak luka yang dihasilkan dari cambukannya, semakin banyak pula poin yang didapat. Pemenang akan mendapatkan hadiah atas kegigiahannya dalam berduel, dan peserta yang kalah juga akan mendapatkan hadiah walaupun tidak sebagus hadiah pemenang. Setelah usai pertandingan pertama, akan dilanjutkan pertandinagan-pertandingan selanjutnya dengan peserta yang berbeda namun tetap dalam aturan yang sama.

 Ojhung dengan pemain cilik
(foto: Oki)
 
     Yang menarik pula dari pertandingan ini, setiap peserta yang akan bertanding diwajibkan bergoyang sambil memainkan kayu rotannya dengan diiringi oleh musik gamelan Madura. Gelak tawa dari penonton akan meledak apabila salah satu dari peserta bergoyang dengan gaya lucu dan kocak. Apabila pertandingan usai, pesertapun biasanya bergoyang kembali, entah itu peserta yang menang atau kalah, dua-duanya terkadang terlihat bergoyang bersama. Ini bukti bahwa pertandingan Ojung hanyalah bentuk hiburan rakyat tradisional semata yang dilakukan tanpa adanya dendam dan amarah setelahnya.

 Ojhung dengan pemain cilik
(foto: Oki)
      Dulu peserta pertandingan ini hanya dilakukan oleh laki-laki dewasa berumur sekitar 21 – 60 tahun. Namun kini, anak kecil dan remaja berumur 10 – 20 tahun banyak yang mengikuti pertandingan ini. Dengan ikutnya para generasi muda dalam pertandingan Ojung, akan membuat tradisi nenek moyang yang ada sejak zaman dulu ini akan tetap lestari dan jauh dari kepunahan. Berani mencoba?

(teks: Oki)


POJOK BAHASA: Teks Tanggapan Deskriptif
  • Teks tanggapan deskriptif adalah tulisan yang meggambarkan tanggapan penulis mengenai suatu hal.
  • Struktur teks tanggapan deskriptif: identifikasi, klasifikasi, dan deskripsi bagian.

4 komentar: